Judul :
Best Rival
Pengarang : Naima
Knisa
Penerbit :
GagasMedia
Tebal :
244 halaman
Sinopsis :
Ini adalah kisah tentang teman jadi
lawan.
Bisa jadi, kamu juga mengalaminya.
Atas semua yang kamu miliki, ia tidak bahagia. Atas semua
yang kamu lakukan, ia tidak peduli. Padahal, dulu, kalian pernah berjanji untuk
berjalan bersisian, menuju impian yang sama.
Ya, Estu, ini kisah kau dan aku. Aku yang bukan “siapa-
siapa” menjadi titik lemahku bagimu. Begitukah?
Maaf, aku tidak selemah itu. Aku belajar banyak dari
kecuranganmu selama ini. Belajar untuk bisa menjadi lebih daripada dirimu.
Tenang saja, waktu akan menjawab “siapa
aku, siapa kamu”.
Juga tentang siapa teman, siapa lawan.
Review :
Hidup dalam kelas yang berbeda dengan Raden Mas Pangestu
Bumi,Estu, telah membuat Kuncoro Respati Wijaya tumbuh menjadi pribadi yang
ambisius dan keras. Berbeda dengan Estu yang terlahir di keluarga keraton,
orangtua Kuncoro hanyalah abdi dalem
dengan kondisi ekonomi yang terbatas. Sejak itu, Kuncoro bertekad untuk menjadi
seorang yang sukses dan dikenal.
Benar kata Bapak, hidup apa adanya, bersama orang yang kita cintai itu suda
lebih dari cukup. (hal. 219)
Hal itu terwujud saat ia menjadi chef di restoran Omah Jawa, restoran yang didirikan oleh Pak Kamil,
Ayah kekasihnya yang bernama Gendis. Restoran yang menyajikan makanan khas Solo
itu selalu ramai. Hingga tahun keempat, restoran mulai sepi. Pelanggan mulai
beralih.
Ternyata Estu kembali ke Solo dan mengambil alih restoran di
hotel ayahnya. Masakannya lebih enak dari masakan Kuncoro. Kuncoro yang
mengetahui hal itu lalu emosi. Ia tidak terima, terlebih yang lebih sukses kini
adalah Estu, mantan sahabat masa kecilnya yang sudah ia anggap sebagai musuh.
Kebencian Kuncoro terhadap Estu bermula saat Kuncoro gagal
mengikuti seleksi beasiswa untuk bersekolah di Perancis. Ada lima orang yang
mendapat beasiswa itu. Kuncoro berada di posisi keenam sedangkan Estu berada di
posisi kelima. Kuncoro merasa ia dicurangi padahal Estu sedang menimba ilmu di
Jakarta. Kebenciannya bertambah.
Kembali ke masa kini. Kuncoro yang disulut api amarah itu
mulai menggunakan cara yang menyimpang. Ia menyuruh Gendis untuk memata- matai
Estu. Namun tidak mendapat hasil apa- apa. Kuncoro tidak menyerah. Sekarang ia
malah menganggap bahwa Estu menggunakan kekuatan supernatural untuk melancarkan
usahanya.
Restoran yang semakin sepi membuat Kuncoro bergerak lebih
cepat. Ia akhirnya mendatangi makam Nyai Menggung Gandarasa, salah satu juru
masak keraton di tahun 17 Masehi yang sangat lihai dalam memasak dan menilai
makanan, untuk meminta berkah.
Dengan usaha yang semakin lama semakin mengerikan, mampukah
Kuncoro mempertahankan restoran? Apakah Kuncoro menerima tawaran Estu untuk
bersahabat kembali? Ikuti kisah mereka
dalam Best Rival.
“Memasak itu seperti seni, kita sebagai seniman selalu memiliki ciri khas
masing- masing. Seperti seorang pelukis, cat air kita bermerek sama, kuas kita
juga, bahkan cara menggoreskannya di atas kanvas juga sama! Tapi, apa kamu
pernah melihat lukisan yang sama persis?” (hal.228)
 |
sin level of Best Rival |
Hoaaah….emosi bacanya. Emosi sama Kuncoro. Karakternya itu
benar- benar mengesalkan. Ambisinya membuat Kuncoro menjadi jahat. Berbanding
terbalik dengan Estu yang baiknya itu loh. Meski diperlakukan dengan tidak adil
oleh Kuncoro, ia tetap berbesar hati dan mengganggap Kuncoro sahabatnya.
 |
masih dengan pembatas bukunya yang unyu |
Dilihat dari sin levelnya,
Kuncoro dipenuhi oleh nafsu (lust)
meski sebenarnya sifat amarah serta iri dan cemburunya lebih besar. Karakter inilah
yang sukses digali oleh penulis sehingga pembaca dapat turut merasakannya. Sayangnya
typo yang terdapat dalam novel ini cukup banyak sehingga terasa kurang nyaman
saat membaca novel ini.
Endingnya bikin
kaget membuat saya semakin tidak menyukai Kuncoro *berhenti ngetik di bagian ending
agar tidak spoiler*
Secara keseluruhan, tokoh utama dalam novel ini sangat
mewakili 7 Deadly Sins yang memang
difokuskan pada karakter yang tidak sempurna (dan bikin kesal). Selain typo, saya merasa ini debut yang baik dari
Mbak Naima Knisa. Semoga novel berikutnya bisa lebih baik lagi. 3 dari 5 untuk Kuncoro
yang sadis.