Pengarang : Prisca Primasari
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 236 halaman
Sinopsis :
Seandainya bisa,
aku ingin terbang bersamamu dan burung- burung di atas sana. Aku ingin terus
duduk bersamamu di bawah teduhnya pohon – berbagi éclair, ditemani matahari dan
angin sepoi- sepoi. Aku ingin terus menggenggam jari- jemarimu, berbagi rasa
dan hangat tubuh – selamanya.
Sayangnya,
gravitasi menghalangiku. Putaran bumi menambah setiap detik di hari- hari kita.
Seperti lilin yang terus terbakar, tanpa terasa waktu kita pun tidak tersisa
banyak. Semua terasa terburu- buru. Perpisahan pun terasa semakin menakutkan.
Aku rebah di
tanah. Memejamkan mata kuat- kuat karena air mata yang menderas. “Aku masih di
sini,” bisikmu, selirih angin sore. Tapi aku tak percaya. Bagaimana jika saat
aku membuka mata nanti, kau benar- benar tiada?
Review :
“Tidak ada yang namanya bahagia selamanya,”
“Tapi Sergei Valentinich berjanji ia tidak akan tertarik pada wanita
lain.” (hal. 118)
Di
tengah persiapan pernikahan Sergei Valentinich Snegov dan Ekaterina ‘Katya’
Fyodorovna, kondisi adik Sergei, Stepan ‘Stepanych’ Valentinich Snegov,
memburuk. Dalam sakitnya, ia selalu menggumamkan nama kedua sahabatnya yang
kini jauh dan tidak lagi dapat ia jangkau. Kedua sahabatnya ialah kakak
beradik, Kay Nikolai Olivier dan Lhiver Olivier. Katya yang sangat khawatir
akan kondisi Stepanych segera menyusun rencana untuk menemui Kay dan Lhiver,
membujuk mereka untuk menjenguk Stepanych, meski itu sangat sulit mengingat
hubungan mereka berlima tidak lagi baik.
Apa
penyebabnya?
Kesalahpahaman
dan ketidakrelaan. Kebakaran – yang direncanakan- itu telah merenggut nyawa
orangtua Lhiver dan anak angkatnya. Lhiver saat itu sedang mengajar. Kay dan
Stepanych sedang berbelanja keperluan untuk membuat kue. Sekembalinya mereka,
rumah sudah terbakar. Lhiver yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa orang-
orang yang dicintainya telah pergi menyalahkan kedatangan Stepanych hari itu ke
rumahnya.
“Tetapi kematian tidak akan pernah menyerah sekalipun kau
berusaha untuk menghindar ke sudut dunia yang paling rahasia. Takdir itu akan
tetap menjelang, dan berdiri pun akan percuma. Bila takdir gagal merenggutmu
lewat pintu, ia akan masuk lewat jendela, menyelinap lewat celah, bahkan menembus
pertahanan yang paling kokoh dan tangguh. Ini adalah kenyataan yang senantiasa
berlangsung di alam semesta.” (hal. 106 – kata Fuyu, murid Lhiver, saat ia dan Lhiver
berbicara tentang sebuah cerita berjudul The
Appointment in Samara versi W. Somerset Maugham)
Setelah
tragedi itu, Lhiver membenci semuanya, termasuk Kay, kakaknya sendiri. Ia
menjauhkan diri dari keempat sahabat yang sudah seperti saudaranya sendiri. Ia
bahkan pindah ke Surabaya. Di sana ia menjadi dosen. Sedangkan Kay berpindah-
pindah tempat, membidik objek- objek menarik melalui lensa kameranya. Ia
bertemu dengan belahan jiwanya dan memutuskan untuk menetap di New York meski
ia sangat merindukan kampung halamannya.
“Kadang…,” kata Kay lirih. “Masa lalu memang lebih indah dari
masa sekarang. Dan bila ada hal yang membahagiakan sekaligus menyedihkan untuk
dipikirkan, itu adalah masa lalu yang indah…. Seandainya masa lalu itu akan
terus menjadi masa kini.” (hal. 224)
Stepanych
yang sangat terpukul dan merasa bersalah melampiaskannya pada alkohol yang
menyebabkan penyakitnya semakin parah. Stepanych yang ceria dan lembut kini
sudah tidak ada. Stepanych yang sekarang adalah Stepanych yang tidak berdaya,
kosong, dan terkungkung dalam rasa bersalah.
Ia akan berpisah
dengan kakak dan sahabat- sahabatnya. Untuk pertama kalinya ia membenci dirinya
sendiri, karena sudah terlalu mencintai kehidupan ini….(hal. 131)
Katya
menjadi tidak suka makan éclair. Sebelum peristiwa yang mengubah kehidupan
mereka, Stepanych adalah seorang pembuat kue yang terkenal. Kue- kue buatannya
sangat enak dan ia sering membuatkan éclair untuk sahabat- sahabatnya.
“Apa yang kau bayangkan ketika memasak, Stepanych?” (hal.
124)
“Kalian berempat,” ujarnya tulus. (hal. 125)
Dan
Sergei mencoba untuk selalu tetap tegar padahal hatinya sangat sedih melihat
kondisi adiknya dan juga persahabatan mereka yang seperti ini. Namun tidak ada
keluhan yang terucap dari mulutnya. Katya cemas tetapi ia juga tidak bisa
berbuat apa- apa.
Saat itu… Katya ingin sekali berubah menjadi piano. Paling tidak
piano bisa menampung semua yang dirasakan Seryozha. (hal.
201)
Kini,
usaha Katya menjadi satu- satunya harapan bagi mereka. Jika ia berhasil untuk
mempertemukan Stepanych dengan Kay dan Lhiver, keadaan mungkin akan berubah menjadi
lebih baik. Mampukah Katya menyelesaikan misinya? Ikuti kisah mengharukan ini
dalam Éclair, Pagi Terakhir di Rusia.
setelah kepahitan pekat ini, rasa manis pasti akan menjelang. (hal.
164)
“Bagi kami, sahabat adalah seseorang yang bersedia untuk bersuka
cita dan berduka bersama,” kata Stepanych tersenyum. “Kami tidak ingin menjadi
sahabatmu di kala senang saja.” (hal. 192)
Antara
rela dan tidak saat menamatkan bacaan ini. Tidak berat. Ceritanya cukup
menghanyutkan menurut saya. Karena alurnya adalah alur maju mundur, jadi
kepingan- kepingan cerita tersambung secara perlahan sehingga saat membaca
novel ini, muncul pertanyaan mengapa seperti ini? Yah, ternyata seperti ini.
Kira- kira begitulah. Seperti biasa, entah mengapa saat membaca novel karangan Mbak
Prisca yang bersetting di Eropa
selalu menimbulkan kesan klasik. Bayangan saya mengenai tokohnya selalu tertuju
pada pria- pria bersetelan jas panjang dan wanita- wanita dengan gaun anggun
yang menggembung di bagian bawahnya. Saat menyinggung soal email baru lah saya kembali ingat kalau ini bukan cerita era
klasik. Tapi rasanya klasik banget. Mungkin karena didukung dengan adanya
kalimat- kalimat berbau musik dan penulis yang bertebaran.
Stepanych
sukses membuat saya menyukai dia. Bahkan tetangganya, Vasilissa, yang tertutup
bisa berubah dan menemukan kembali semangat hidupnya karena Stepanych. Ia
adalah pria yang hangat dan penuh perhatian. Jadi ikut sedih saat melihat
ehh..membaca kondisinya yang berubah drastis.
Semuanya
saya suka, kecuali epilognya. Tidak secetar bagian depannya. Padahal saya
berharap ada sedikit kejutan di epilog. Tapi ternyata oh ternyata…. *lebaynya kumat*
Itu
saja sih menurut saya. Recommended
deh novel ini. Suasana yang diciptakan pas dan penyampaian pergantian alurnya
cukup jelas karena diberi keterangan dan dibold
jadi pasti kelihatan. Untuk ukuran konfliknya, novel ini tidak terlalu tebal.
Salut dengan pengarang yang mampu untuk mendeskripsikan permasalahan dalam
cerita tanpa harus berbelit- belit.
Okelah, saya tidak bisa review banyak. Masih terhanyut suasananya saja meski sudah selesai
ceritanya saya baca berhari- hari yang lalu. Empat bintang (sebenarnya lima
karena minus di epilog) buat Éclair. Selamat membaca J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar