Daftar Review

Rabu, 30 November 2011

7 Hari Menembus Waktu - Charon


Basa Basi
Kyaa.....!! Satu lagi novel yang menarik. Selama membaca, feel saya nano- nano. Ada senang, lucu, sedih juga ada. Pokoknya semua rasa ada pada  hasil karya Mbak Charon yang satu ini (tidak heran ya kalau sudah cetak ulang empat kali. He he).
Awal baca, saya merasa biasa. Saya ikuti ceritanya perlahan- lahan. Bahkan saya sempat absen dua hari karena sibuk ngerjain tugas. Tapi setelah membaca setengahnya, saya semakin terbawa suasana dan langsung novel ini saya lahap hingga selesai karena semakin mendekati ending, saya semakin ingin tahu bagaimana tokoh utamanya menyelesaikan perjalanannya.

Sekilas mengenai isi novel
Novel ini menceritakan tentang seorang gadis bernama Marissa yang sakit hati karena diputusin kekasihnya, Michael, padahal hubungan mereka sudah berjalan selama tiga tahun. Merutuki keadaan buruk yang menimpanya membuat Marissa tersedot ke masa lalu melalui sebuah lukisan yang terpampang di depannya.
Marissa kaget. Namun ia akhirnya paham dan menerima bahwa ia tidak lagi berada di masanya. Kembali ke masa dua puluh tahun yang lalu membuat Marissa mengalami dan mengetahui banyak hal baru. Di masa ini, yang merupakan masa pacaran kedua orang tuanya, Marissa juga berperan dan berjuang mati- matian untuk mempersatukan kedua orangtuanya.
Untunglah Marissa bertemu dengan Wiliam, bocah kesepian berusia delapan tahun yang memberi Marissa tempat tinggal dan mencukupi segala kebutuhan Marissa (terutama makan- Marissa cewek yang gemar makan). Wiliam tidak seperti anak kecil pada umumnya. Ia lebih dewasa dan juga lebih pintar. Untuk anak seusianya yang baru kelas 3 SD, ia sudah lompat ke kelas 5 SD karena kepandainnya. Bersama Wiliam, Marissa melaksanakan misi dadakannya, mempersatukan mami dan papinya.
Meski awalnya Wiliam tidak percaya bahwa Marissa berasal dari masa depan, namun akhirnya ia percaya juga ketika melihat kerakusan Marissa melahap setiap jenis makanan pada zaman itu.
Hidup bersama Wiliam juga membuat Marissa tahu bagaimana perasaan Wiliam yang sebenarnya dan alasan mengapa Wiliam dewasa sebelum waktunya. Marissa berhasil mengenal Wiliam secara mendalam dalam waktu tujuh hari perjalanannya. Meski keduanya terkadang bertengkar, namun Wiliam dan Marissa saling menyayangi. Berkat Marissa, hubungan Wiliam dan Tante Sarah, adik mamanya, menjadi baik.
Bagian lucu dari novel ini paling terasa ketika Marissa berinteraksi dengan Wiliam. Ada saja kejadian yang mereka alami. Salah satunya adalah ketika Wiliam dan Marissa berebutan bermain Space Invaders di komputer Wiliam. Masih banyak lagi kejadian seru yang mereka alami.
Rasa haru dan sedih mulai menyelimuti ketika Marissa mengetahui kenyataan hidup Wiliam yang begitu pahit dan betapa Wiliam menyalahkan dirinya atas semua yang telah dialami keluarganya. Ada lagi, ketika Marissa hendak kembali ke masanya, atmosfer perpisahan begitu terasa. Wiliam menasihati Marissa bahwa ia akan menemukan cowok yang tepat dan lebih baik dari Michael (bayangkan anak berusia delapan tahun bisa mengatakan hal seperti ini).

Respon saya....
Ketika Marissa diceritakan memakai kembali gaun putihnya saat ia hendak kembali, saya jadi teringat dengan tokoh Shin Ji Hyun di drama Korea yang berjudul 49 Days. Entah kenapa saya jadi kepikiran dia. Wiliam juga. Saya merasa agak gimana gitu saat mengetahui karakter Wiliam yang notabene adalah anak kecil namun bisa bersikap seperti orang dewasa dan menghabiskan waktu bersama Marissa. Soalnya novel pada umumnya mengisahkan dua orang bersamaan dari segi umur yang tidak berbeda jauh (kalaupun berbeda jauh pasti tokohnya orang dewasa). Lalu saya kepikiran si Conan, detektif cilik yang cerdas. Persis sekali. Begitulah kira- kira si Wiliam. Hanya saja ia memang anak kecil, bukan disuntik mengecil.
Salut buat pengarang yang telah mampu menghasilkan karya yang begitu bagus. Saya paling menyukai bab- bab akhir. Pengarang selain menciptakan fiksi yang unik juga menyisipkan pesan moral di dalam cerita ini. dan juga setting tahun 80an nya juga terasa. Oke banget deh pokoknya. Namun pada novel saya menemukan ada beberapa kesalahan cetak. Akan tetapi itu tidak menjadi masalah besar.
Well, itu sedikit review dari saya. Semoga bisa membantu bagi teman- teman yang memiliki hobi yang sama dengan saya dan sedang mencari bacaan yang oke.

Yang di belakang buku.....
Marissa kesal sekali ketika harus ikut ayahnya ke Gedung Albatross. Itu artinya dia akan bertemu Michael, mantan pacarnya. Dan itu berarti, dia juga akan bertemu Selina, musuh bebuyutannya yang telah merebut Michael dari sisinya.
Merasa frustasi oleh situasi, tak sadar Marissa menangis di depan sebuah lukisan, dan bergumam seandainya saja ia bisa menghilang.
Dan ia betul- betul menghilang... terlempar ke masa 20 tahun yang lalu, saat ia belum lahir, saat orangtuanya pun masih belum berpacaran...
Bersama Wiliam, anak kecil yang ditemuinya di masa lalu, ia mengalami hal- hal lucu dan menyenangkan, hal- hal yang akan mengubah kehidupan Marissa dan Wiliam di masa depan....

Sabtu, 19 November 2011

Recomended : And Then There Were None by Agatha Christie


Selamat malam dunia.....(ngintip liriknya om Pongky cs. dulu..he he..)
Seperti biasa, saya mau bagi- bagi bacaan buat teman- teman. Kali ini novel yang saya baca tidak seperti biasa seperti Metropop, Teenlit, ataupun buku- buku lainnya. Novel yang saya review kali ini berbau thriller. Judulnya sama seperti judul postingan saya. Novel ini (lagi- lagi) saya beli atas rekomendasi dari teman kantor.

Cerita diawali dengan kedelapan (dua lagi sudah tiba duluan) tamu yang sedang berada dalam perjalanan mereka ke Pulau Negro atas undangan Mr. Owen. Masing- masing dari mereka sibuk dengan pikiran dan kebanyakan dari mereka merasa senang bisa mendapat undangan ke pulau tersohor yang tengah menjadi berita hangat di media massa.

Semuanya tiba dengan selamat dan bergembira. Namun kegembiraan mereka tidak berlangsung lama. Suasana berubah mencekam setelah piringan hitam yang diputar menuturkan kejahatan yang telah diperbuat oleh kesepuluh orang ini.


Edward George Armstrong
Emily Caroline Brent
William Henry Blore
Vera Elizabeth Claythorne
Philip Lombard
John Gordon Macarthur
Anthony James Marston
Thomas Rogers & Ethel Rogers
Lawrence John Wargrave


Itulah daftar nama- nama tamu Mr. Owen. Masing- masing memiliki kesalahan yang mereka perbuat. Akan tetapi mereka mengelak. Suasana bertambah ngeri lagi ketika salah satu dari mereka, Marston, meninggal secara tiba- tiba. Kematian terus berlanjut hingga mereka beranggapan bahwa ada pembunuh di Pulau Negro. Namun mereka baru sadar bahwa pembunuh tersebut ialah salah satu di antara mereka bersepuluh setelah mereka mengetahui bahwa tidak ada orang lain di pulau itu.

Semuanya diliputi rasa cemas dan takut seketika. Mereka berencana untuk meninggalkan pulau tersebut keesokan paginya. Sayangnya mereka kurang beruntung karena perahu yang mereka harap tidak pernah datang. Cuaca pun sedang buruk. Kematian berlanjut lagi.
Serunya, cara mereka meninggal persis seperti sajak Sepuluh Anak Negro.

Sepuluh anak Negro makan malam,
Seorang tersedak, tinggal sembilan.
Sembilan anak Negro bergadang jauh malam,
Seorang ketiduran, tinggal delapan.
Delapan anak Negro berkeliling Devon,
Seorang tak mau pulang, tinggal tujuh.
Tujuh anak Negro mengapak kayu,
Seorang terkapak, tinggal enam.
Enam anak Negro bermain sarang lebah,
Seorang tersengat, tinggal lima.
Lima anak Negro ke pengadilan,
Seorang ke kedutaan, tinggal empat.
Empat anak Negro pergi ke laut,
Seorang dimakan ikan herring merah, tinggal tiga.
Tiga anak Negro pergi ke kebun binatang,
Seorang diterkam beruang, tinggal dua.
Dua anak Negro duduk berjemur,
Seorang hangus, tinggal satu.
Seorang anak Negro yang sendirian,
Menggantung diri, habislah sudah.

Semuanya lenyap pada akhirnya. Tiada satu pun yang tersisa. Apakah ada sarang lebah di pulau Negro? Bagaimana seseorang meninggal hanya karena tersedak? Kapan munculnya kebun binatana padahal tidak ada apapun di pulau? Merunut dari sajak di atas, teman- teman tidak akan menyangka dan menduga siapa otak dibalik pembunuhan berantai ini. Luar biasa ide si pengarang. Sayangnya sebelum membaca, saya sudah mendapat sedikit bocoran dari mama dan adik saya yang sibuk membahas cerita ini setelah mereka duluan selesai membaca novel ini.

Satu hal yang sama pada kesepuluh korban, mereka semua memiliki kasus yang tidak terjamah hukum. Penasaran? Silahkan kunjungi toko buku dan bawa pulang novel yang satu ini. Dijamin oke! J


Seperti biasa, intip juga bagian belakang sampul ya..
Sepuluh orang diundang ke sebuah rumah mewah dan modern di Pulau Negro, di seberang pantai Devon. Walaupun masing- masing menyimpan rahasia, mereka tiba di pulau itu dengan penuh harapan, pada suatu sore musim panas yang indah.
Tetapi tiba- tiba terjadi serentetan kejadian misterius. Pulau itu berubah menjadi pulau maut yang mengerikan. Panik mencekam orang- orang itu ketika mereka meninggal satu demi satu... satu demi satu...

Novel Agatha Christie yang paling mencekam dan menegangkan!

Cerita detektif tanpa detektif!