Daftar Review

Sabtu, 29 November 2014

Beautiful Liar - Dyah Rinni

Judul                : Beautiful Liar
Pengarang       : Dyah Rinni
Penerbit          : GagasMedia
Tebal               : 294 halaman
Sinopsis :

Sebagian besar ,manusia mengambil keputusan berdasarkan emosi, begitu ayahku berkata. Jika semua orang mengambil keputusan berdasarkan logika, tidak akan ada orang yang tertipu.
Jadi, aku mempermainkan pikiran teman- temanku dan mengambil uang, bahkan apa pun, yang mereka miliki. Kau tak akan menyangka betapa mudah membuat mereka memercayaiku. Mereka benar- benar polos. Aku bisa mendapatkan apa yang kuinginkan tanpa kesulitan dan keberhasilan ini patut dirayakan.
Namun, kali ini, mengapa seperti ada yang mengganggu nuraniku, menyuruhku berhenti, lalu berbalik arah?
Seorang penipu sepertiku tak akan bisa terbawa emosi. Tidak akan, meski ada”badai” memorak- porandakan hatiku sekalipun.
Review :

“Satu hal yang dipelajari Lunetta dari Papa adalah kalau kita mau berbohong, maka yakini kebohongan itu sebagai kebenaran. Dengan demikian, orang lain akan memercayai kebohongan kita.”(hal. 47)

Cerita dibuka dengan jatuhnya korban pertama yang berhasil ditipu Lunetta di bandara. Ia berhasil meyakinkan seorang wanita yang mengenakan jam tangan mahal untuk membuang jam tangannya dengan mengatakan bahwa jam tangan itu terbuat dari bahan berbahaya dan wanita itu percaya. Jadilah jam tangan itu berganti pemilik. Ia tersenyum bangga dan berniat akan memberitahu ayahnya nanti. Jika mereka bertemu kembali.

Lunetta, biasa dipanggil Lulu, tidak bisa tinggal lagi bersama ayahnya karena ayahnya dikejar polisi – atau begitulah yang diberitahukan padanya. Kini ia terpaksa tinggal bersama Mama dan suami baru Mama. Meski kehidupan mereka tidak stabil dan selalu berpindah- pindah, Lulu lebih senang tinggal bersama ayahnya.

Lulu tidak suka tinggal di rumah barunya. Apalagi sekolah barunya, South Jakarta Olympia High,Soulja, luar biasa mewah dan diisi oleh murid- murid dari kalangan atas. Awalnya Lulu merasa bosan. Namun setelah ia mencium jejak mangsa barunya, ia kembali bersemangat. Targetnya adalah Arvad.

Lulu segera menyusun rencana untuk membuat Arvad jatuh cinta padanya. Tetapi Arvad hanya menganggapnya teman biasa. Lulu kemudian menyusun kembali rencananya dengan mendekati Badai, sahabat Arvad, untuk mendapat informasi lebih detail tentang Arvad.

“Dan ia tahu seekor kancil tidak akan sukses mencuri mentimun kalau ia menggunakan cara yang sama dengan puluhan kancil lainnya. Ia harus memikirkan cara yang lebih kreatif, misalnya dengan mendekati anjing penjaganya.” (hal. 78)

“Papa selalu mengatakan bahwa tipuan yang paling cerdas adalah tipuan yang terlihat jelas di depan mata, tetapi kita tidak dapat melihatnya.” (hal. 92)

Lunetta dan Badai awalnya tidak cocok. Mereka sering berargumen. Saat ketahuan menyontek, Lunetta dihukum oleh Miss Nadine, salah satu guru di Soulja yang misterius. Sehebat apapun trik yang digunakan oleh Lunetta, ia tetap tidak mampu lolos dari Miss Nadine.

Seolah penderitaannya belum cukup, Lunetta dihukum dengan bergabung di Japan Club, salah satu klub yang kurang populer di Soulja. Dan….Badai adalah ketuanya.

“Badai itu luarnya saja seram kayak duren, tapi hatinya yang sebenarnya itu empuk kayak takoyaki.” (Arvad di hal. 94)

Kedekatan keduanya memunculkan rasa di hati masing- masing. Lunetta juga melewati pengalaman seru dan menegangkan bersama Badai. Perlahan targetnya mulai berubah. Tidak lagi berfokus pada Arvad, Lunetta akan melakukan sesuatu agar ia bisa bertemu kembali dengan ayahnya.

Apa saja kehebohan yang ditimbulkan Lunetta? Berhasilkah ia bertemu dengan ayahnya? Ikuti kisah serunya dalam Beautiful Liar : karena sekali tidak pernah cukup.

“Lunetta, di dunia ini hanya ada dua jenis orang yang tidak dapat kamu tipu.”
“Yang pertama adalah orang yang hatinya lurus. Mereka nggak bisa kamu tipu karena mereka tidak menginginkan apa pun dari dunia ini, tapi orang seperti itu sangatlah langka.”
“Dan yang kedua, Papa?”
“Dia sama seperti kita, Lunetta. Seorang penipu.” (hal. 225)
suka dengan pembatas bukunya yang unyu ^^

Saya sangat senang ketika paket novel 7 Deadly Sins ini tiba. Melihat respon pembaca yang bagus membuat saya – akhirnya – tidak tahan untuk membeli seri novel ini sekaligus. Dan saya tidak kecewa menambahkan novel karya Dyah Rinni ke dalam rak buku saya.

ada sin level-nya juga
Penggunaan katanya agak berat untuk kategori teenlit. Tidak ada aura ceria ataupun centil seperti novel remaja kebanyakan. Ini yang membuat saya sangat menikmatinya. Untuk typo masih ada beberapa, termasuk penggunaan bahasa asing yang tidak di-italic. Dalam novel ini, saya juga menemukan ketidakkonsistenan penggunaan kata namun semua tidak menjadi masalah besar dan tidak mengganggu saat membaca novel ini.

Mbak Dyah mengambil tema kancil yang cerdik. Seperti itulah Lunetta. Hidup bersama ayahnya telah membuat Lunetta menjadi seperti ayahnya yang adalah seorang penipu. Cocok sekali perumpamaan kancil dengan karakter Lunetta.


Lumayan suka dengan endingnya. Beautiful Liar menjadi pembuka yang oke untuk serial ini. Semoga novel yang lain juga nggak kalah keren ya. Selamat membaca J

Sabtu, 22 November 2014

Wishlist Secret Santa 2014


Nggak terasa ya sudah hampir satu tahun berlalu sejak saya ikutan Secret Santa 2013 kemarin. Ini adalah kali kedua saya ikutan. Seru ya tentunya event tahunan BBI ini. Selain acara tukar kado (yang bikin H2C karena takut kado nggak sampai ke target), di event ini juga kita bisa kenalan sama anggota BBI yang lain yang belum kita kenal sebelumnya.

Untuk tahun ini, belajar dari tahun sebelumnya dimana Santa saya kesulitan mencari buku  –yang  hanya satu – yang saya pasang di wishlist saya, tahun ini saya membuat beberapa buku yang masuk ke dalam daftar dan kebanyakan buku baru sehingga Santa saya tahun ini tidak kesulitan.

Dear Santa, berikut ini daftar buku yang sedang saya incar :

1.       Dilan : Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 - Pidi Baiq (Rp 59.000,-)

2.       Meet The Sennas – Orizuka (Rp 63.000,-)

3.       French Pink – Prisca Primasari (Rp 47.000,-)

4.        Voice - Ghyna Amanda (Rp 40.000,-)

5.        Forever Monday - Ruth Priscilia Angelina (Rp 62.000,-)



Semoga Santa tidak kesulitan ya dalam mencari buku- buku tersebut. Terima kasih, Santa ^^

Jumat, 14 November 2014

Catatan Musim - Tyas Effendi

Judul                : Catatan Musim
Pengarang       : Tyas Effendi
Penerbit          : GagasMedia
Tebal               : 270 halaman
Sinopsis :
Aku tidak ingin menganggapnya sebagai cerita paling sia- sia. Anggap saja ini adalah lembar penutup catatan senja. Berpita manis seperti boneka berdasi yang terlukis di cangkir teh kita.

Mungkin kau hanya bunga trembesi yang datang dari masa perbungaan raya. Menyinggahi penghujanku yang menderas memenuhi janji kemaraunya. Kau hanya setitik dia antara ribuan tetes, seserpih di antara hamparan es, sepucuk yang baru bersemi menemani embun dini tadi. Sedangkan aku, terus menjadi musim yang berlari di sayap waktu; menerka isi hatimu, menantinya terbuka untukku.

Musim akan tetap bergulir, dan aku terus menunggumu hadir, meski harus menjemput ke belahan bumi yang lain.

Review :
Kala hujan, ada cinta yang menyusup masuk di antara Gema dan Tya. Keduanya jatuh cinta saat mereka berteduh di sebuah shelter di seberang gereja. Namun kata cinta itu tidak pernah terucap hingga kepergian Gema ke Lille.

Pemuda itu terkena kanker sehingga kaki sebelah kirinya diamputasi. Saat serpihan kayu masuk ke dalam kakinya, Gema tidak terlalu memedulikannya. Pertama hanya muncul rasa sakit diikuti benjolan- benjolan merah dan akhirnya setelah diperiksakan barulah Gema tahu bahwa kakinya telah terinfeksi kanker.

Setelah menjalani operasi, Gema menjalani kehidupan barunya sebagai mahasiswa seni di Lille. Hobinya melukis masih ia tekuni. Bahkan di Lille ia mendapat pekerjaan baru sebagai pelukis.

Sementara itu, di Bogor, Tya melewati harinya dengan sulit. Ia masih berharap bahwa ia bisa bertemu dengan Gema. Setelah menyelesaikan S1 nya, Tya mencoba mengajukan beasiswa S2 di Lille dan ia diterima. Maka dengan hati yang berbunga- bunga, ia berangkat ke Lille, menyusul Gema.

Tya tidak langsung bertemu dengan Gema setibanya ia di Lille. Mereka baru bertemu pada saat cangkir dan gelas yang mereka beli tertukar. Tya masih setia pada kebiasaannya saling mengirim cangkir kepada Kak Agam, sahabatnya. Sedangkan Gema saat itu sedang asyiknya menggambar dengan gelas sebagai medianya.

Gema senang bisa bertemu dengan wanita yang ia cintai. Namun ia tidak berani untuk berharap lebih. Ia merasa ia tidak layak untuk menjalin hubungan dengan wanita manapun mengingat kondisi kakinya yang seperti ini. Terlebih belakangan rasa sakit di kakinya semakin menjadi. Sel kankernya berkembang lagi dan Gema kembali dioperasi.

Tya tidak keberatan dengan kondisi Gema. Tapi Gema tidak ingin Tya di dekatnya. Gema malah menitipkan Tya kepada Kak Agam. Bagaimana akhir perjalanan cinta mereka? Ikuti kisah mereka dalam Catatan Musim.

Ø
Ini novel kedua karya Tyas Effendi yang saya baca. Meski bukan novel favorit saya (saya lebih menikmati Dance for Two nya Mbak Tyas), namun saya cukup menikmati kisah Tya dan Gema, terutama di bagian awal saat mereka masih tinggal di Bogor. Kehidupan mereka semakin rumit saat berada di Lille.

Berbeda dengan kebanyakan novel yang saya baca yang tetap menggunakan sebutan Mr. saat berdialog, penulis menggunakan sebutan Bapak saat Tya berdialog dengan Mr. Stephans, anggota klub buku tempat Tya bergabung. Beberapa typo juga masih ditemukan dalam novel ini.

Meski demikian, saya menyukai beberapa dialog  yang ada dalam novel ini. Ini kutipannya :

Masih sambil mengoleskan warna pada kanvas itu, aku bergumam, “Bagiku, melukis adalah mengungkapkan sesuatu tanpa membutuhkan kata- kata.”
Gadis itu mengulum sebuah senyum tanpa mengangkat wajahnya. “Menerjemahkan, mengungkapkan sesuatu tanpa membutuhkan gambar.”
Kami sama- sama tertawa. Perbedaan membuat dunia kami semakin berwarna. (hal. 18)

Kakak menghela napas panjang. “buat apa kamu membohongi perasaanmu begitu? Kamu pikir bicara tentang cinta itu berarti bicara tentang kondisi fisik? Kalau seperti itu yang ada di pikiranmu, semua orang pasti nggak ada yang berpasangan karena nggak ada seorang pun di dunia ini yang sempurna.” (hal. 193)