Pengarang :
Nilam Suri
Penerbit :
GagasMedia
Tebal : 280 halaman
Sinopsis
:
Aku membutuhkanmu.
Kau terasa tepat untukku. Pelukanmu serasi
dengan hangat tubuhku. Dan setiap bagian dari diriku sudah terlalu terbiasa
dengan kehadiranmu – dengan suaramu, dengan sentuhanmu, dengan aroma khas
tubuhmu. Dengan debaran yang terdengar seperti ketukan bermelodi saat kau
menatapku penuh perhatian seperti itu.
Aku membutuhkanmu.
Ya cinta, ya waktumu. Dan kau seudah melihat
jujur dan juga munafikku. Bahkan, di saat aku begitu yakin kau akan
meninggalkanku, kau hanya menertawakan kecurigaanku dan merangkul bahuku. Sungguh
heran, setelah sekian tahun pun, kau masih bertahan di sini, bersamaku.
Aku membutuhkanmu
– dan bisa jadi… aku mencintaimu. Tapi, aku belum akan mengakui ini padamu. Aku
belum siap meruntuhkan bentengku dan membiarkanmu memiliki hatiku….
Review
:
Nina adiknya Naren.
Adith adiknya Sinar.
Mereka berempat tumbuh besar dan bersahabat
sejak kecil. Hingga dewasa, hubungan mereka berempat boleh dikatakan lebih dari
sekadar sahabat. Kemana- mana barengan. Ketiga cowok itu sangat menjaga putri gulali
kesayangan mereka. Kalau tidak ada Naren yang bisa mengantar jemput Nina, pasti
ada Adith atau Sinar.
Sudah lama Adith menyukai Nina. Tapi rasa itu
hanya ia simpan dalam hati. Sedangkan Nina sejak kecil selalu memprioritaskan
Sinar. Apa- apa selalu mengajak Sinar. Adith sering kesal karenanya, tapi apa
boleh buat. Yang penting, keempatnya tetap bersama.
Namun takdir mengubah segalanya. Sesuatu yang
belum – dan tidak akan pernah – siap untuk mereka terima. Kepergian Naren untuk
selama- lamanya. Naren dan Nina mengalami kecelakaan. Nina selamat dan Naren
meninggal. Sejak itu kehidupan tidak lagi sama.
Nina yang paling kehilangan juga tertekan. Bukannya
mengikhlaskan kepergian putra semata wayang mereka, orangtua Nina, terutama
Mamanya, malah menyalahkan Nina. Ayah Nina mengusir Nina secara halus. Nina pun
keluar dari rumahnya.
Sinar apalagi. Ia yang paling dekat dengan
Naren tidak bisa menerima kepergian sahabatnya. Ditambah melihat Nina
kesayangannya yang semakin rapuh dan melemah. Ia memutuskan untuk pergi ke
London, meneruskan studinya di sana.
Kini tinggal Adith dan Nina. Adith selalu
siaga 24 jam saat Nina memerlukannya. Membelikannya kopi saat tengah malam ataupun
sekadar menemani Nina. Semuanya Adith lakukan dengan senang. Bisa menjaga Nina –
meski hanya dengan status sahabat – memunculkan kebahagiaan tersendiri dalam
hatinya.
“Kalau
sampai sepuluh tahun dari sekarang lo belum nikah juga, gue bakal nikahin lo….” Hal.
13
Keinginan Adith kini terwujud. Ia akan
menikah dengan Nina. Sepuluh tahun berlalu sejak keduanya terikat dalam
perjanjian untuk menikah kalau masing- masing dari mereka masih belum menemukan
pendamping hidup. Perjanjian itu diikat oleh dua ekor camar biru yang harus
tetap disimpan hingga saatnya tiba. Saat itu keduanya tengah berada dalam
pengaruh alkohol. Tapi nyatanya sepuluh tahun setelahnya Nina tidak pernah
dekat dengan cowok mana pun selain Adith. Perjanjian tetaplah perjanjian. Meski
tidak pernah pacaran, rencana mereka tetap sama. Nina akan menikah dengan
Adith.
Ternyata ada sebuah rahasia dibalik perubahan
sifat Nina. Rahasia itu baru terungkap saat keduanya membahas soal pacaran dan
hubungan yang lebih jauh. Apa rahasia yang disimpan oleh Nina sejak sepuluh
tahun lalu hingga ia menutup diri seperti ini? Saat Sinar kembali, siapakah
yang akan Nina pilih? Ikuti kisah mereka di Camar Biru.
Gue
bisa mendengar tawa Sinar di ujung telepon, dan suara itu bikin gue merasa
hangat. Bukan dengan kehangatan yang bikin gelisah dan membawa sayap kupu- kupu
kayak saat mendengar tawa Adith. Ini rasa hangat yang nyaman. Hal.118
Mengikuti kisah Nina- Adith dalam Camar Biru
ini rasanya gampang- gampang susah ya. Ceritanya bikin ikutan galau. Apalagi menyangkut
keseharian Nina dan Adith. Rasanya hampir berlalu begitu- begitu saja. Kalau tidak
diikat oleh perjanjian Camar Biru, entah sampai kapan hidup Nina akan begitu
terus.
Dari segi sudut pandang, penulis menggunakan
sudut pandang orang pertama dan ketiga. Boleh dibilang campuran lah. Sepanjang cerita,
sudut pandang digunakan bergantian dari sisi Nina dan Adith. Sudut pandang dari
sisi Sinar baru muncul belakangan. Untuk epilog, penulis menggunakan sudut
pandang orang ketiga.
Awalnya berencana untuk ngasih tiga bintang,
tapi galaunya terlalu akut, jadinya dua bintang saja. Maafkan saya, Mbak Nilam.
Ulasan
saya sampai disini saja karena masih bersisa efek galaunya. Selamat membaca J
Aku pernah baca buku ini :D
BalasHapusDaleeeem bangeet :')
Iya, Nif..konfliknya boleh dibilang simpel..tapi galaunya itu loh..nggak tahan deh..
Hapus