Pengarang : Clara Ng
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal :
296 halaman
Sinopsis
:
What
does it take to be a woman?
Tiga
perempuan : Juli, Emily, Lies.
Tiga
status : ibu rumah tangga, lajang, janda.
Tiga
hari superburuk.
Tiga
keinginan dalam hati.
Apa yang terjadi selanjutnya ketika alam
semesta mengabulkan kehendak mereka, menukar jiwa di tubuh yang berbeda, Juli
menjadi Lies, Lies menjadi Emily, dan Emily menjadi Juli?
Lucu,
haru, dan feminin.
Dan
di atas itu semua, pernahkah kau sungguh- sungguh ingin tahu bagaimana rasanya
menjalani hidup orang lain?
Review
:
Tiga wanita yang mengeluhkan kehidupan mereka
dijawab oleh alam. Mereka tidak lagi menghadapi hidup mereka tetapi kehidupan
mereka dalam tubuh yang lain.
Juli adalah ibu rumah tangga merangkap pengusaha
catering dengan anak- anaknya yang
masih kecil- kecil, mertua yang bawel, dan seolah belum cukup ribetnya, ia malah hamil lagi.
Lies adalah guru SMA dengan masa lalu kelam, yang
tengah menghadapi problema seorang murid. Murid kesayangannya, Kim, hamil dan
tengah kritis di rumah sakit karena melakukan aborsi.
Hidup Emily tidak kalah pusingnya. Ia tidak
berencana menikah dan selalu fokus pada pekerjaannya.
Kesibukan- kesibukan mereka membuat mereka
untuk mensyukuri hidup hingga suatu hari jiwa mereka berganti tubuh. Juli
terdampar dalam tubuh Lies, Lies dalam tubuh Emily, dan Emily dalam tubuh Juli.
Celaka! Bagaimana hidup mereka selanjutnya?
Mau tidak mau mereka harus berusaha untuk
menjalankan peran baru mereka sebaik mungkin.
Emily
yang selalu anti terhadap lelaki kini tiba- tiba bersuami (suaminya Juli sih)
dan harus mengurus masakan untuk rantangan yang jelas- jelas bukan keahliannya.
Belum lagi anak- anak kembarnya yang menimbulkan masalah.
“Maretta tidak perlu
dihukum sendirian. Si raksasa jelek itu juga patut dihukum karena dia
melecehkan orang lain. Oke, aku mengerti Maretta memang bersalah karena dia menyelesaikan masalah dengan
tendangannya. Anak itu harus diajar untuk menegakkan kepala tinggi- tinggi
ketika dihina, menahan keinginan sekuat- kuatnya untuk menghajar anak lain,
jangan memasukkan apapun ke dalam hati, dan melawan provokasi dengan pemikiran
yang positif.” (Emily sebagai Juli di hal. 227)
“Bagiku agama tidaklah
penting. Buat apa sok rajin ke gereja atau ibadah tapi perilakunya tetap
tercela.” (Emily sebagai Juli di hal. 227)
Juli
tidak kalah repotnya. Ia yang tidak berpengalaman sama sekali menjadi guru kini
harus menangani masalah Kim dan memperjuangkan perlindungan bagi murid yang
kedapatan hamil di luar nikah.
“Pendidikan harus
selalu berbasis hati nurani. Sekolah dan keluarga adalah penjaga gawang utama
atas nama cinta dan kemanusiaan. Jadi, jika murid melakukan kesalahan dalam
hidupnya, sekolah seyogyanya tidak memunggungi siswa dan meninggalkannya
seorang diri.” (Juli sebagai Lies di hal. 257)
“Aborsi adalah
tindakan terakhir remaja kita yang menghadapi jalan buntu, kesepian, dan tanpa
bimbingan.” (Juli sebagai Lies di hal. 257)
Lies
yang hidup datar setiap hari, terjebak masa lalu kelam, mengenakan pakaian gelap untuk mengajar, dan
berkutat dengan setumpuk novel di rumahnya yang sederhana kini duduk di kantor,
menjadi orang penting. Bayangkan!
“Karena sejak kita
bertukar tubuh, aku merasa nggak mempunyai otak yang sama lagi. Kejadian ini
membuat kecerdasanku menurun drastis.” (Lies
sebagai Emily di hal. 161)
“Aku tadi mewawancarai
Orien…” “Wawancaranya bukan sekadar wawancara menerima calon pegawai baru. Ini wawancara
seperti para calon profesor mempertahankan tesisnya.”
(Lies sebagai Emily di hal. 240-241)
Tindakan terbaik
berdamai dengan masa lalu adalah menguburkannya dengan prosesi yang penuh
penghormatan. (hal. 240)
Namun Tuhan selalu adil. Pergantian ini
memberi hikmah tersendiri bagi mereka bertiga. Ada yang mereka pelajari dan
masalah baru yang muncul perlahan mereka selesaikan. Mereka menjadi dekat satu
dengan yang lainnya. Jika yang satu mengalami masalah, yang lain mencoba untuk
memberikan solusi.
Berapa lama mereka harus bertukar tubuh? Selamanya?
Ikuti kisah seru mereka dalam Tiga Venus.
Lagi- lagi konsep cerita Mbak Clara khas dan
unik. Meski awalnya sempat dipusingkan dengan pergantian tubuh dan karakternya,
saya menikmati cerita ini. Menikmati kejar- kejaran mereka dengan waktu dan
masalah- masalah yang mereka hadapi. Juga deskripsi situasi dan kondisi yang
tepat sehingga keruwetan itu terasa nyata membuat kisah ini lebih hidup.
Kisah
Tiga Venus ini seru, menegangkan, dan juga kocak. Cocok dinikmati saat sedang
santai. Bagi teman- teman yang belum membaca, novel ini bisa jadi rekomendasi
di waktu luang teman- teman. Selamat membaca J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar