Judul :
Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa
Pengarang :
Prisca Primasari
Penerbit :
Gagasmedia
Tebal : 292
halaman
Vinter
Seperti udara di musim dingin, kau begitu gelap,
muram, dan sedih. Namun, pada saat bersamaan, penuh cinta berwarna putih.
Bagaikan salju di Honfleur yang berdansa diembus angin….
Florence
Layaknya cuaca pada musim semi, kau begitu terang,
cerah, dan bahagia. Namun, pada waktu bersamaan, penuh air mata tak terhingga.
Bagaikan bebungaan di Paris yang terlambat berseri….
Review :
Kaki Florence terus membawanya sejauh yang ia bisa. Ia
tengah kabur dari acara perjodohan oleh kedua orangtuanya. Florence tidak
setuju. Jadilah ia duduk di kereta menuju Honfleur. Seakan ikut mengejeknya,
tas yang ia bawa serta dalam perjalanan, ikutan rusak. Barang- barangnya
terpaksa ia tampung dengan kedua tangannya.
Saat berada di kereta, seorang pria yang tampak gusar
meminta izin Florence agar dapat duduk di sana, bersama wanita itu. Florence
tentu mengizinkannya. Ia jadi punya teman perjalanan. Dilihatnya pria itu
membawa sebuah tas yang ternyata adalah hadiah dari pria itu untuk –mungkin-
kekasihnya. Mengetahui keadaan Florence, pria itu memberikan tasnya untuk
Florence. Florence sangat berterima kasih.
Aku hanya berpikir dia
berbeda dengan semua orang yang pernah kau kenal.
Dia memang penyendiri,
tapi aku bisa merasakan kebaikannya.
Dia agak kelam, kau
ceria. Kupikir kau bisa melengkapinya.
Aku semakin yakin dia
adalah orang yang tepat untukmu, ketika aku sadar bahwa aku tidak hanya
memikirkan kebahagiaanmu. Tapi, juga kebahagiaannya--Hal . 232
Vinter, nama pria itu, tengah bermasalah dengan kelompok
seniman yang tiba- tiba membatalkan acara mereka untuk tampil di kediaman teman
Vinter. Padahal acaranya hari ini. Sebagai balas budi atas kebaikan Vinter,
Florence membantu pria yang sedang gelisah itu. Ia yang akan menggantikan
kelompok seniman itu. Awalnya Vinter ragu, tetapi Florence meyakinkannya bahwa
ia mampu, secara Florence adalah guru les biola dan ia jago dalam bidang
kesenian.
]
Hasilnya sungguh mengagumkan. Florence sangat lihai,
membacakan puisi, bernyanyi, memainkan piano. Semuanya ia lakukan sendiri. Baik
Zina, teman Vinter, para pelayannya, dan Vinter, terkagum- kagum atas
pertunjukan yang ditampilkan Florence. Namun Zima tidak menunjukkannya. Hingga
saat Florence meminta waktu untuk mempersiapkan drama, Zima menolaknya. Ia
tidak suka seperti itu. Ia pun mengusir Florence. Bahkan ia tidak membayar
Florence sepeser pun.
Usai pertunjukkan itu, Florence sudah bebas dari tugasnya.
Vinter berterimakasih pada wanita itu dan mereka akan menjalani kehidupan
masing- masing seperti semula. Namun Florence merasa aneh. Ia belum siap untuk
kehilangan pria itu. Maka, dengan segala upaya, Florence kembali mencari
Vinter. Meski harus berhadapan langsung dengan Zima yang galak dan sudah pasti
tidak menyukainya.
“Bagaimana aku bisa
hidup?” Zima terkikik. “Dengan memberi,” jawabnya kemudian. Zima di hal. 276.
Kau takkan pernah bisa
bahagia sebelum memaafkan, memberi kesempatan, dan menyayangi dirimu sendiri, Zima di hal. 277
Mereka kembali menghabiskan waktu bersama. Perlahan,
Florence mulai mengenal siapa Vinter sebenarnya. Mengapa Vinter selalu terkesan
menutup diri, mengapa kesepian selalu menjadi teman baiknya, dan berbagai
jawaban atas ‘mengapa- mengapa’ yang lainnya. Semakin mengenal Vinter, Florence
semakin tidak dapat melepaskan pria itu.
Dia membutuhkan seseorang
untuk membuat dirinya cerah. Dan tegar.
Dan aku merasa bisa
melakukannya….
Walaupun aku sendiri juga
sangat rapuh. Tetapi tidak lebih gelap dibandingkan dirinya…. Florence di hal. 210
Saat kembali ke Paris, wanita itu menjadi tidak
bersemangat. Jiwanya hilang setengah. Ketika kesempatan itu tiba, saat Vinter
mengadakan pameran di Paris, akankah takdir mempertemukan mereka?
Perasaan yang muncul
ketika karyamu dikagumi orang, sungguh tak tergambarkan.
Setelah selesai membaca Paris : Aline (klik judul untuk melihat reviewnya), saya
langsung membaca novel Mbak Prisca yang satu ini. Dan saya tidak kecewa, malah
sangat menyukai novel ini. Novel dengan setting
Paris (lagi) dan Honfleur berhasil memunculkan kesan yang berbeda dari novel-
novel pengarang lokal lainnya. Seperti novel sebelumnya, Mbak Prisca
menuliskannya dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Suasananya memunculkan kesan klasik tapi tidak
bikin bosan, saya suka sekali. Banyak istilah seni yang muncul dalam novel ini,
jenis musik dan lukisan. Penulis tampak menguasai sekali semua detil seninya. Saya
sempat berpikir kalau kisah mereka ini terjadi sudah lama sekali. Saat kata
‘ponsel’ muncul dalam kalimat, baru deh saya ngeh.
Ceritanya mengalir begitu saja, tidak terlalu
cepat juga tidak terlalu lambat. Takarannya pas. Bahkan setelah novel ini
selesai saya baca berminggu- minggu yang lalu, saya masih dapat membayangkan
potongan- potongan kisah Vinter- Florence saat saya menuliskan nama mereka.
Uniknya juga, kisah hidup Vinter sebelum bertemu Florence dibahas setelah
cerita berakhir. Jadi, bagi pembaca yang sudah terlanjur jatuh cinta sama Vinter bisa mengetahui
tentang dia di bagian paling akhir.
Sungguh novel yang bagus. Romantis dan quote-quotenya juga oke, bikin melting lagi. Recommended deh bagi pecinta novel roman.
Bagus reviewnya mbak. Saya follow ya
BalasHapusHaii....thanks ya Mbak :D hehe..boleh bgt, ditunggu ya follow nya :) bier nanti sy jg bs followback :)
Hapus