Pengarang :
Stephanie Zen
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 312 halaman
Sinopsis :
Enzo
Aku senang melihatnya tertawa, atau merengut kesal ketika
kugoda. Aku senang mendengarnya bercerita. She’s
the best friend ever.
Alleira
Aku senang menghabiskan waktu bersamanya. Akan selalu
kuingat setiap detik jika dia ada.
Ben
Bagiku, yang terpenting Alleira bahagia. Selama dia
bahagia, aku akan baik- baik saja.
……………………………..
Terancam kehilangan pekerjaan
telah membawa Alleira Barata bertemu dengan Benjamin Chua. Alleira tidak pernah
tahu, bahwa saat pekerjaan di kantor barunya dimulai, babak baru dalam
kehidupannya juga dimulai.
Terjepit di antara cinta –
yang kemungkinan besar bertepuk sebelah tangan – pada sahabatnya sendiri dan
perhatian- perhatian kecil yang perlahan ditawarkan Ben, membuat hidup Alleira
sungguh kompleks.
Alleira jarang memikirkan
manakah hal- hal dalam hidupnya yang sungguh berarti, sampai suatu ketika ia
dihadapkan pada keputusan besar yang harus diambil: memilih untuk mencintai,
atau dicintai.
Review :
Menjadi calon pengangguran
di Singapura membuat Alleira sedikit cemas – ia tidak mau kembali ke Indonesia.
Ia mulai mencari pekerjaan baru. Kemudian Alleira teringat pada perusahaan tempat
ia mengikuti sesi wawancara yang ia tolak karena ia terlanjur menerima
pekerjaan yang sekarang.
Alleira menghubungi
Pauline, temannya yang merekomendasikan pekerjaan itu, untuk mengetahui apakah
posisi yang ia lamar waktu itu masih lowong. Beruntung posisi itu masih ada. Nasib
membawa Alleira untuk bekerja di We Connect, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang online marketing milik Benjamin Chua.
“I don’t believe in fate. It’s
not fate that brought you here. It’s God’s will and my prayer, combined
together. When we pray, God ests miracle into motion.” (hal. 252)
Alleira tentu senang
sekali. Ia menceritakan semuanya pada Enzo. Enzo merupakan sahabat Alleira. Alleira
sudah lama menyukai Enzo yang usianya lebih muda dari Alleira. Namun Enzo tidak
menyadari bahwa Alleira menyukainya. Alleira sendiri menikmati kedekatannya
dengan Enzo. Hanya melihatnya saja sudah cukup.
Di sisi lain, Ben
ternyata menyukai Alleira. Ia melindungi dan membantu Alleira tanpa Alleira
sadari. Dari hal- hal kecil hingga saat Alleira patah hati, Ben lah yang selalu
mendukung Alleira. Ben sendiri tidak berharap banyak dari Alleira karena ia
senang jika Alleira bahagia. Ia memilih menyerah saat mengetahui Alleira
menyukai Enzo.
Saat itulah, ketika mengamati satu per satu e-mail yang ada di
inbox, Alleira menyadari bahwa Ben bukan tipe yang akan memesankan kopi atau
melakukan hal- hal manis semacamnya. Tapi, ia akan selalu ada saat benar- benar
dibutuhkan, untuk memberi sesuatu yang lebih penting daripada sekadar secangkir
kopi. (hal. 88)
“Seperti sebelumnya, tentu saja aku tidak berani maju dan
mengatakan yang sebenarnya. Buatku, asal bunga itu bisa sedikit menghiburmu,
itu sudah cukup. Meskipun bunga itu mungkin membuatmu berbaikan lagi dengan
orang yang menyakitimu, yang berarti aku akan semakin tidak memiliki
kesempatan.” (hal. 247-248)
Setelah mengelak bahwa
ia menyukai Alleira, akhirnya Enzo sadar bahwa ia mencintai gadis itu. Penantian
Alleira seolah terjawab. Sayangnya Enzo terlihat cuek dan kurang peduli.
Alleira dihadapkan pada pertanyaan baru: ia harus memilih Enzo yang telah lama
ia tunggu dan ia cintai atau Ben yang begitu tulus mencintainya?
“Kamu tidak boleh merasa bersalah karena
bahagia.” (hal.
271)
………………………
Membaca novel ini,
terutama bagiannya Ben membuat saya tersenyum dan terharu dengan sikap dan
perhatian Ben. Tipikal kekasih idaman banget
ya. Yang begini yang susah dicari. Alleira beruntung sekali.
Kalau mau ketemu dengan
tokoh pria yang hangat dan tulus, boleh baca novel ini. Post it saya kebanyakan saya tempel di bagian yang ada Bennya. Ha ha..
#TimBen
Di saat ada Ben yang
buuaaiikk banget, muncul Enzo yang cueknya bukan main. Bukannya tidak menyukai
Enzo, saya merasa ia agak kekanakkan. *ya
iyalah, namanya masih anak kuliahan* Jadi setiap sampai di bagian Ben,
rasanya terobati. Hi hi..
Saat pertama kali
membaca karya Mbak Stephanie Zen yang berjudul One Last Chance, saya sudah suka
dan cocok dengan gaya menulis Mbak Stephanie. Saat membaca bagian pekerjaan pun
tidak terasa membosankan. Mbak Stephanie menulisnya dengan baik.
Secara keseluruhan,
saya menyukai Metropop ini, gabungan worklit
dan romancenya dapet. Saat Mamak ngajak baca bareng, saya sudah masuk halaman 100an. Eh ternyata Mamak duluan
siap. Setelah itu, kami ngobrol- ngobrol, lagi- lagi ngebahas si Ben. Karena penasaran
sama Mamak yang ngebahas buket bunga, malamnya langsung balap dan berhasil
menamatkan buku ini meski begadang ya jadinya. Recommended bagi pembaca Metropop yang sedang mencari bacaan tidak
berat dan agak manis. Selamat membaca J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar