Pengarang :
Ruth Priscilia Angelina
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal :
320 halaman
Sinopsis :
Ingga akhirnya mendapatkan hari
Senin untuk menjadi pacar Eras, playboy
yang punya begitu banyak pacar, satu gadis untuk satu hari. Sampai Ingga
bertemu Kale, playboy lainnya yang
berparas tampan.
Kale mengubah hidup Ingga,
memberikan warna di hari- hari kelam gadis itu, mengajarinya bagaimana
bersenang- senang, dan bagaimana menyayangi dirinya sendiri. Kale membuat hati
Ingga jungkir balik, membuat dunia gadis itu porak- poranda dengan segala kasih
sayangnya yang aneh.
Namun itu bukan berarti Ingga telah
berpaling dari Eras. Gadis itu tetap mencintai Eras. Bahkan sampai pada saat
Kale memintanya secara resmi untuk menjadi pacarnya, Ingga tetap mempertahankan
posisinya sebagai pacar hari Senin-nya Eras.
Hari- hari bergulir, di samping
kisah cinta yang rumit, fakta demi fakta bermunculan. Fakta bahwa Eras dan Kale
dulu adalah sahabat dekat. Dendam lama yang disimpan rapi selama bertahun-
tahun kini menuntut pembalasan. Pembalasan yang akan menghancurkan hidup Ingga
dan ornag- orang yang disayanginya.
Review :
Dunia punya begitu
banyak suara indah.
Saya suka suara ibu,
bisingnya orang lalu- lalang, gesekan pulpen di atas kertas, dan suara sahabat
yang berseru heboh saat bermain Play Station dengan saya.
Tapi, ada satu suara
yang paling saya suka.
Suara detak jantung
kamu.
– Eras Uparengga
Setelah berhasil membujuk Eras, Ingga berhasil jadi pacar hari Senin Eras. Gadis itu senang bukan main. Namun ia harus sering kecewa karena Eras tidak pernah benar- benar memerhatikannya. Hingga Ingga bertemu dengan Kale Samapta – yang juga playboy seperti Eras – di pesta ulang tahun Kale. Sikap Ingga yang acuh menarik perhatian Kale.
Sebuah rencana telah terbesit di
benak Kale. Ia berencana mempermainkan Ingga, seperti pacarnya yang lain.
Tetapi bukannya masuk perangkap Kale, Kale yang jatuh hati pada Ingga. Kali ini
Kale serius. Ia belum pernah jatuh cinta pada wanita lain seperti ini. Meski
bukan pacar Ingga, Kale selalu ada saat Ingga butuh. Ini membuat Eras marah
(cemburu tepatnya).
“Tapi Eras itu kayak rumah. Ke mana pun aku pergi,
nggak peduli sebagus apa pun tempat itu, aku akan selalu kangen rumah. Aku akan
selalu pulang ke rumah. Ke Eras. Jadi mungkin, aku nggak bisa jawab pertanyaan
kamu tadi. Karena fungsi kalian berdua beda. Aku akan kehujanan kalau tidak
berteduh di dalam rumah. Tapi rumahku juga nggak akan sehat kalau tidak terkena
sinar matahari.”
(hal. 98)